aRTIKEL

Siapa Proton People yang punya anabul kucing? Mahkluk menggemaskan yang satu ini memang banyak digemari, karena memiliki penampilan yang lucu, kebiasaan yang unik, dan kepribadian yang selalu menarik perhatian kita. Kucing dapat ditemukan hampir di semua tempat di mana ada populasi manusia. Tapi sama seperti kita, kucing juga dapat terserang penyakit, loh. Terlebih lagi bila dalam pemeliharaannya tidak dijaga kebersihannya. Nah, salah satu ektoparasit yang ditemukan pada kucing adalah pinjal.

Pinjal merupakan ektoparasit yang hidupnya tidak permanen, dan hidup menumpang di permukaan tubuh inangnya. Inang yang biasa dihinggapi oleh pinjal adalah dari kelompok Mamalia dan Aves, atau bangsa burung. Pinjal berkembang biak dengan metamorfosis sempurna, yaitu dari telur, larva, pupa, hingga menjadi pinjal dewasa (Lestari et al., 2020).

Setelah menetas dari telur, larva pinjal perlu memakan feses kering dari pinjal dewasa untuk bertahan hidup. Setelah tumbuh dewasa, secara umum pinjal akan berbentuk pipih bilateral dan tidak bersayap. Perbedaan yang cukup besar, namun mungkin sulit dilihat tanpa alat bantu, adalah alat reproduksinya. Pinjal jantan memiliki penis aedeagus, sementara pinjal betina memiliki spermateka atau kantung sperma. Perbedaan yang lebih mudah dilihat adalah dari ukurannya. Pinjal betina ukuran tubuhnya lebih besar diandingkan dengan pinjal jantan (Qibtiyah et al., 2021).

Walaupun ukurannya sangat kecil, namun pinjal memiliki kemampuan melompat yang sangat tinggi. hingga mencapai 17-25 cm. Pinjal akan melompat di saat-saat tertentu saja, seperti pergi dari inang, munculnya gangguan, tumbuh menjadi pinjal dewasa, atau ketika inang mati (Supriyono, 2022). Pinjal berperan sebagai vektor penyakit tifus endemik atau murine thyphus (Rickettsia mooseri) oleh Xenopsylla cheopis, yang menimbulkan gangguan fisik atau psikis akibat gigitan pinjal dewasa. Selain dapat menimbulkan flea allergic dermatitis pada hewan dan manusia, pinjal juga menghisap darah, serta menjadi vektor dari beberapa penyakit, yaitu Pes atau Sampar oleh Xenopsylla cheopis dan P. irritans (Supriyono, 2022).

Kembali ke kucing, pinjal dengan jenis Ctenocephalides felis merupakan yang paling sering ditemukan pada anabul kesayangan kita ini, namun tidak menutup kemungkinan adanya pinjal jenis lain pada saat penelitian.

Pada penelitian Lestari et al. (2020), selain jenis Ctenocephalides felis, ditemukan juga pinjal jenis Xenopsylla cheopis di permukaan tubuh kucing, sementara pinjal tersebut dikenal sebagai pinjal tikus oriental, yang biasa ditemukan pada tikus. Sedangkan menurut Indah et al. (2018) pinjal dengan jenis Ctenocephalides canis 

juga ditemukan di permukaan tubuh kucing, padahal pinjal dengan jenis Ctenocephalides canis ini sering dikenal sebagai pinjal anjing. Untuk kucing yang terkena gigitan pinjal, dapat mengalami penipisan bulu pada daerah terkena gigitan. Selain pada anabul kucing kesayangan kita, pinjal juga dapat menyebabkan masalah pada kesehatan kita, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Rasa gatal yang disebabkan oleh gigitan pinjal dapat menimbulkan kemerahan pada kulit. Tetapi untungnya, pinjal tidak bisa tinggal lama pada tubuh manusia, karena pinjal lebih senang tinggal pada hewan dengan bulu lebat, agar bisa bersembunyi, makan, dan bertelur di sana (Bashofi et al., 2015).

Ctenocephalides felis mempunyai ciri khas, yaitu terdapatnya duri berbentuk sisir bernama pronotal comb di bagian belakang kepala dan genal comb di atas mulut. dengan duri berjumlah lima atau lebih, yang terlihat cukup jelas dengan mata telanjang. Lebih jauh lagi, duri pertama dan kedua pada genal comb pun mempunyai ukuran yang sama panjang. Ctenocephalides felis terdiri dari pinjal jantan dan betina. Pinjal jantan memiliki alat genital dengan bentuk seperti siput atau setengah lingkaran yang tembus pandang dan terletak pada pertengahan abdomen. Sedangkan pinjal betina memiliki kantung sperma berbentuk koma yang digunakan untuk mengumpulkan sperma pada saat proses perkawinan (Purwa & Ardiansyah, 2021).

Walaupun larva pinjal dapat hidup pada kelembaban nisbi >50% dengan suhu 4-35°C yang terbilang cukup umum di negara kita, dan pinjal dewasa pada kucing dapat berkembang biak pada inang yang sesuai (Lestari et al., 2020), keberadaan pinjal pada kucing dipengaruhi oleh cara merawat dan kondisi lingkungan sekitarnya.

Jadi, Proton People tidak perlu khawatir, karena Pinjal pada anabul kucing kesayangan kita dapat diminimalisir dengan menjaga kebersihan dan melakukan perawatan berkala. Bicara soal perawatan, Proton People bisa menyisir sang anabul dengan sisir khusus yang terbuat dari bahan stainless steel beberapa kali sehari. Perawatan berkala semacam ini bisa mengangkat pinjal yang ada beserta telur-telurnya, sekaligus membantu mengurangi rasa gatal mereka. Selanjutnya, Proton People bisa merendam sisir tersebut di campuran air hangat dan sabun cuci piring, lalu menyisirnya kembali, untuk membasmi pinjal yang ada.

Selain membersihkan pinjal yang tinggal pada tubuh kucing, orang rumah juga harus memerhatikan lingkungan rumah, apalagi saat melakukan manajemen pengendalian pinjal. Kita perlu mencatat area di mana anabul kita itu biasa tidur dan menghabiskan waktu bermain. Karena telur dan larva dapat ditemukan pada karpet, atau barang lainnya yang dipasang di dalam rumah. Gunakan alat penyedot debu dengan baik dan benar untuk menurunkan angka penyebaran telur dan larva pinjal.

Tapi jika masalah pinjal sudah semakin serius, bisa karena jumlah anabul yang lebih dari satu, kondisi lingkungan yang kurang bersih, atau sudah menyebabkan gangguan kesehatan, seperti gatal-gatal untuk orang rumah, Proton People bisa selalu mengandalkan Proton untuk melakukan manajemen pengendalian hama.

Karena Proton mengusung konsep Integrated Pest Management (IPM), maka kami akan melakukan survey terlebih dahulu, sebelum mengambil pendekatan terbaik dalam melakukan penanganan. Ini bisa dilakukan secara chemical dan non-chemical, tergantung mana yang lebih cocok untuk lingkungan di rumah, anabul kucing yang ada, dan tentunya untuk Proton People sekeluarga. Selanjutnya baru akan dilakukan monitoring dan reporting.

Selamat melakukan perawatan untuk anabul kucing kesayangan, Proton People! Semoga bisa selalu bebas dari masalah pinjal, serta sehat dan baik semua sekeluarga.

DAFTAR PUSTAKA 

Bashofi, A. S., Soviana, S., & Ridwan, Y. (2015). Infestasi pinjal dan infeksi Dipylidium caninum Linnaeus pada kucing liar di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor, Kecamatan Dramaga. Jurnal Entomologi Indonesia12(2), 108–114. https://doi.org/10.5994/jei.12.2.108

Indah, B., Purwa, M., Wahyuni, I. N., & Ati, U. A. (2018). Identifikasi Ctenocephalides felis pada Kucing Liar (Felis catus) di Daerah Bandar Lor Kota Kediri. Prosiding Seminar Nasional Sains, Teknologi Dan Analisis Ke-1, 73–76.

Lestari, E., Rahmawati, R., & Ningsih, D. P. (2020). Hubungan Infestasi Ctenocephalides felis dan Xenopsylla cheopis dengan Perawatan Kucing Rumah (Felis catus) di Kabupaten Banjarnegara. Balaba: Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara, 123–134. https://doi.org/10.22435/blb.v16i2.3169

Purwa, A. A., & Ardiansyah, S. (2021). Identification and Prevalence of Flea in Feral Cats in Some Markets Sidoarjo District. Medicra (Journal of Medical Laboratory Science Technology))4(2), 127–132. https://doi.org/10.21070/medicra.v4i2.1577

Qibtiyah, S. M., Endrik Nurrohman, & Pantiwati. (2021). Identifikasi Pinjal Penyebab Infeksi pada Kucing Liar dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Belajar. Universitas Muhammadiyah Malang, 161–165.

Supriyono, D. (2022). Bioekologi & Surveillans pinjal. IPB University.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Proton

Kami akan memberikan pandangan yang berbeda dan segar tentang topik yang sering diperbincangkan namun belum banyak dibahas.

Sebelumnya
Selanjutnya
Punya Masalah Dengan Hama?

Hubungi Kami Sekarang

Scroll to Top
Open chat
1
Selamat datang di Proton. Jika Anda membutuhkan info lebih lanjut, silakan untuk menghubungi tim kami yang siap membantu Anda.