Proton People tentu sudah terbiasa menghadapi salah satu hama paling umum dan paling sering ditemui yang satu ini. Yak betul, hama itu adalah nyamuk. Sanking mengganggunya, hingga ada istilah “obat nyamuk” alias pelengkap penderita, yang hanya menjadi pemeran figuran yang terlupakan, saat dua orang atau lebih asyik ngobrol.
Tapi, apakah Proton People sudah mengetahui lebih detail tentang nyamuk, serta penyakit yang ditularkan, risikonya, dan manajamen penanggulangannya? Seperti kata Sun Tzu tentang mengenali musuhmu, kitapun perlu mengenal dan mengerti musuh kita, si nyamuk, agar tahu bagaimana cara paling optimal mengatasinya.
Pertama, sekilas info tentang nyamuk itu sendiri. Nyamuk adalah serangga kecil yang mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit, menghisap darah, dan menghisap cairan tumbuhan. Selain mengganggu kenyamanan kita dengan rasa gatal akibat air liurnya, gigitan nyamuk juga sangat berperan sebagai media penularan penyakit, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis atau kaki gajah, dan malaria.
Plasmodium penyebab malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles, sedangkan virus dengue 1, 2, 3, 4 penyebab DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Sementara cacing filaria seperti Wucheria bancrofti dan Brugia malayi penyebab filariasis ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus dan Anopheles barbirostris (Harsoyo S. dkk, 2017).
Sifat nyamuk yang dapat merugikan manusia dan hewan, hingga menyebabkan berbagai macam penyakit ini memang sangat menyebalkan bukan, Proton People? Setelah lebih mengerti seputar nyamuk dan penyakit yang dapat ditimbulkannya, kita pelajari strategi pengendalian terpadu untuk mengendalikan populasi nyamuk, supaya dapat ditekan, hingga berada di bawah nilai ambang.
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu merupakan upaya untuk mengurangi kejadian penularan penyakit. Menurut Permenkes RI No. 50 Tahun 2017, pengendalian vektor ialah semua kegiatan atau tindakan yang ditunjukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vekor (Atikasari & Sulistyorini, 2019).
Jadi dari segi definisi dan secara peraturan Kementerian Kesehatan, kita sangat boleh melakukan manajemen pengendalian terhadap nyamuk, untuk melindungi diri kita dari risiko penyakit yang mereka timbulkan.
Nah, pengendalian nyamuk ini dilakukan dengan pengurangan pendekatan sumber, pengelolaan lingkungan, dan perlindungan pribadi. Secara umum, pengendalian nyamuk terdiri dari dua cara, yaitu pengendalian non kimiawi dan pengendalian kimiawi. Penjelasannya sebagai berikut:
- Pengendalian Non-Kimiawi
Metode ini dilakukan dengan membuat lingkungan tidak sesuai lagi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Berbagai upaya bisa dilakukan, seperti modifikasi lingkungan, manipulasi lingkungan, dan manipulasi tingkah laku manusia. - Modifikasi lingkungan atau pengelolaan lingkungan secara permanen, agar tempat perindukan nyamuk hilang. Hal ini contohnya seperti pengendalian sarang nyamuk yang kita kenal dengan istilah 3M (Menutup, Menguras, dan Menimbun).
- Sedangkan manipulasi lingkungan atau pengelolaan lingkungan secara sementara, seperti pengurasan penyimpanan air bersih.
Untuk dua cara diatas diperlukan pengerjaan secara rutin dan berkala, agar tidak terbentuk tempat-tempat perindukan, ataupun tempat peristirahan nyamuk.
- Cara manipulasi atau mengubah tingkah laku manusia juga bisa dilakukan untuk melindungi seseorang, dengan cara pemasangan kelambu atau tirai pada saat tidur. Walaupun cara ini tidak langsung ditujukan untuk manajemen hama nyamuk itu sendiri, tapi setidaknya bisa mengurangi kontak manusia dengan vektor nyamuk tersebut (Chadijah, 2011).
- Pengendalian non-kimiawi dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan predator atau musuh-musuh alami nyamuk. Organisme yang digunakan antara lain ikan pemakan jentik, seperti ikan cupang, ikan kepala timah, hingga larva nyamuk Toxorhynchites. Ikan cupang dimanfaatkan sebagai ikan hias pemakan jentik. Seseorang yang memiliki tanaman air hidup di dalam rumahnya dapat memanfaatkan ikan ini. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian larva nyamuk, metode ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat luas secara berkesinambungan (Pangesti et al., 2021).
- Pengendalian Kimiawi
Metode ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia insektisida sebagai pengendalian populasi nyamuk. Metode ini lebih populer di masyarakat dibandingkan dengan cara pengendalian dan manajemen hama yang lain. Mungkin selain karena kurangnya informasi seputar manajemen hama, penggunaan insektisida ini dianggap dapat menyelesaikan masalah secara instan. Tapi, karena insektisida adalah racun, maka kita perlu berhati-hati dan cermat dalam penggunaannya, serta mempertimbangkan dampak yang diberikan ke lingkungan, hingga organisme lain yang bukan termasuk sasaran.
Pengendalian kimiawi akan sangat efektif apabila digunakan pada populasi nyamuk yang sangat tinggi. Jenis insektisida yang banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk adalah larvasida, berbagai jenis repelan, dan insektisida dalam bentuk semprot (Atikasari & Sulistyorini, 2019).
Metode penggunaan pestisida dalam pengendalian nyamuk atau binatang pembawa penyakit lainnya adalah dengan spraying (indoor residual spraying), kelambu berinsektisida, larvasida, penyemprotan udara, seperti thermal fogging (pengkabutan panas) dan cold fogging (pengkabutan dingin) (Permenkes RI No. 50 Tahun 2017).
Larvasida digunakan untuk membunuh jentik nyamuk, caranya adalah dengan menaburkannya di tempat-tempat penampungan air. Sedangkan repelan digunakan sebagai pencegahan gigitan nyamuk. Produk repelan yang terdapat di pasaran tersedia dalam bentuk aerosol atau semprot dan lotion. Repelan dapat bekerja beberapa jam setelah disemprot atau dibalurkan.
Kekurangan dari insektida semprot adalah; setelah penyemprotan akan meninggalkan jejak di permukaan. Pengendalian kimiawi secara masal dalam area permukiman biasanya dilakukan dengan sprayer bertekanan udara seperti fogging (pengkabutan). Penentuan jenis insektisida, jenis, dan cara pengaplikasian menjadi syarat penting dalam pengendalian vektor (Harsoyo S., dkk, 2017).
Setelah kita membahas cara-cara penanganan nyamuk, ternyata tidak semudah melakukan penyemprotan atau pengkabutan dengan insektisida saja bukan, Proton People? Di sinilah peran Proton sebagai pest management menjadi begitu penting, karena di Proton, kita tidak hanya memberantas hama, tapi juga melakukan manajemen berbagai faktor, mulai dari organisme, lingkungan, hingga ekosistem dan penghidupan masyarakat sekitar. Dan yang namanya proses manajemen ini tidak dimulai atau berhenti di situ saja, karena mencakup survey sebelum melakukan penanganan, hingga melakukan monitoring setelahnya.
Agar semakin sigap dan efektif menanggulangi nyamuk, Proton People bisa mempertimbangkan pendekatan apa yang paling efektif. Tentunya dari pihak Proton pun selalu siap memberikan saran, masukan, dan bantuan yang paling optimal. Tinggal mengatur janji untuk survey, kami dari Proton selalu siap melakukan penanganan dengan berfokus pada kepuasan pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA
Atikasari, E., & Sulistyorini, L. (2019). Pengendalian Vektor Nyamuk Aedes Aegypti Di Rumah Sakit Kota Surabaya. The Indonesian Journal of Public Health, 13(1), 73. https://doi.org/10.20473/ijph.v13i1.2018.73-84
Chadijah, S. R. H. (2011). Strengthening of Community Participation To Reduce Mosquito Breeding. Media Litbang Kesehatan, 21(4), 183–190.
Harsoyo Singgih, dkk. (2017). Hama Permukiman Indonesia. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman IPB.
Pangesti, M. Della, Wahyudi, Y., & Susila, W. D. C. (2021). Efektifitas Pemberian Ikan Cupang (Betta splendens) Dalam Menurunkan Jumlah Jentik Sebagai Upaya Pencegahan DBD di Desa Talok Kecamatan Turen. Health Care Media, 5(2).
Permenkes RI No. 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, (2017).